“Padang Panjang adalah kota yang berbahagia” Demikian tulis Ali Akbar Navis, pengarang Robohnya Surau Kami yang fenomenal itu. Disana ada batu kapur yang memberi hidup, ada sawah, ada sungai yang memberi hidup, ada rel kereta yang memberi hidup, “walau kadang orang mati juga dilindasnya,” kata Navis lagi. Kota kecil di kaki gunung-gunung raksasa, ada Singgalang di Barat, ada Marapi di Timurnya, ada Tandikek agak ke barat daya. Kota dengan curah hujan yang tinggi sehingga dinamakan Kota Hujan. “We wonen hier in een regennest, Meneer!” kata seorang pelancong Belanda pada akhir abad ke-19 yang pernah berkunjung ke kota ini.